Pelajaran dari Tanah Haram.
Kerap ketika berpulang seusai safar dari tanah haram, banyak yang bertanya tentang keajaiban di sana.
“Apakah benar jika berdoa langsung terkabul?”
“Apakah benar jika berdosa langsung Allah kirim karmanya?”
“Betulkah jika berburuk sangka saja akan langsung terjadi?”
Wallahualam, tapi ini pengalamanku dan pandanganku tentang apa yang terjadi di Tanah Haram.
Makkah Al-Mukarramah dan Madinah Al-Munawwarah adalah dua wilayah yang disebut sebagai tanah haram disebabkan oleh berlakunya beberapa larangan di wilayah tersebut. Tetapi, lebih dari itu, tanah haram juga kerap dikenal sebagai wilayah yang membawa kita sangat dekat dengan Allah sebagaimana juga disebut sebagai Baitullah — Rumah-Nya. Kesakralan tanah haram dipertegas dengan banyaknya cerita orang yang pernah berkunjung ke sana dan mengalami beragam kejadian yang tidak umum terjadi secara gamblang di wilayah lain. Aku sendiripun mengalaminya.
Ketika aku di Madinah kemarin, aku menemani ibu mertuaku dan karena biasa makan sedikit-sedikit tetapi sering, pun aku memiliki maag sehingga tidak boleh telat makan, aku sering membawa snack dan makanan di dalam tas. Tetapi hari itu, tas ku rasanya berat sekali sehingga ada terbesit dalam benakku seusai shalat sebelum kami lanjut jalan-jalan sekitar masjid untuk mencari oleh-oleh, aku mau drop makanan ini di kamar di hotel agar tidak terlalu berat. Qadarullah, selang beberapa menit, ada anak kecil yang datang menghampiriku dan melihat isi tas ku yang saat itu kebetulan juga sedang terbuka. Ia langsung menunjuk rotiku dan memberi isyarat ia menginginkan itu. Tetapi, setelah itu ia juga terus menunjuk snack dan makanan lain sehingga aku berikan saja semua makanan yang ada dalam tas dan dia terima seraya mengucap “thankyou”. Lucunya. Tidak ada rasa berat sama sekali pada saat memberi makan tersebut, dan ketika anak kecil itu sudah pergi ke barisan depan menghampiri ibu dan saudaranya, aku tersadar seketika itu tas ku menjadi ringan — kita tidak perlu mampir hotel dulu dan bisa langsung berjalan-jalan seusai shalat ini. Alhamdulillah.
Itu baru yang terbesit, belum yang terucapkan. Ramadhan kemarin ketika di Makkah, aku sering bilang ke suamiku bahwa aku ingin maamoul, kukis lembut khas Saudi Arabia yang berisi kurma. Namun, karena kami sedang puasa maka aku tahan-tahan untuk membeli kukis itu dan kami juga menjaga tenaga agar kuat puasa & beribadah sehingga jarang sekali kami berjalan-jalan ke toko atau supermarket. Alhamdulillah, pada saat jam berbuka puasa, ada lebih dari 5 orang berlalu lalang begitu saja memberikan aku maamoul beragam varian sehingga aku bisa merasakan perbedaannya dan yang mana yang enak. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah.
Terlepas dari beragam hal yang baik, betul jika dikatakan bahwa hal yang buruk pun Allah balas dengan kontan di sana. Untuk hal ini, aku tidak bisa menceritakan semuanya secara detail karena ditakutkan menjadi aib, namun ada kala ketika baru saja memikirkan hal yang kurang baik, Allah beri peringatan bahwa tidak seharusnya kita memikirkan hal tersebut karena bisa saja langsung terjadi. Seperti merasa takut akan kehilangan barang dan merasa was-was — yang disaat bersamaan ini artinya tidak mempercayakan kepada Allah bahwa rezeki kita tidak akan kemana — maka barang tersebut benar-benar hilang. Atau ketika ada dosa yang telah lalu namun kita lupa meminta ampun, maka kerap Allah memberikan peringatannya kepada kita di tanah haram.
Satu hal yang aku pelajari di sana adalah kita harus selalu berhati-hati dalam berucap, bertindak, dan berfikir.
- Berucap hanyalah yang baik-baik karena setiap perkataan menjadi doa.
- Bertindak hanyalah yang sepantasnya, karena setiap tindakan menjadi amalan yang akan Allah balas.
- Berfikir hanyalah yang baik karena sungguh Allah itu sesuai dengan prasangka kita.
Dalam pikiran, aku pun merenung
“Ini sebetulnya adalah hal-hal yang memang sudah seharusnya kita lakukan sebagai seorang muslim di kehidupan kita sehari-hari. Lalu, mengapa kita bertindak demikian hanya ketika di tanah haram?”
Astagfirullahaladzim. Ini pun menjadi pukulan yang nyata bagi aku sepulang dari tanah haram. Kerap apa yang haram di sana terasa halal seketika melangkahkan kaki keluar ke tanah halal. Padahal, tidak semuanya. Kita sebagai umat muslim sudah seharusnya di mana saja kita berada untuk menjaga diri kita. Tidaklah baik ketika kita berucap hal yang buruk, karena setiap ucapan adalah doa. Tidaklah baik ketika kita berlaku jahat karena sungguh Allah Maha Melihat dan Allah yang akan membalas semua amalan baik ataupun buruk kita. Serta, tidaklah pantas bagi kita berpikir buruk atau suudzan kepada Allah, karena sesungguhnya kita harus selalu berhusnudzan kepada Allah sebagaimana Allah itu sesuai dengan prasangka kita.
Nanti, aku ceritakan lebih detail bagaimana aku mengalami sendiri bahwa benar-benar ucapan adalah doa, bagaimana Allah akan selalu membalas amalan baik dan buruk kita, serta bagaimana Allah itu sesuai prasangka kita. Kejadian ini semua bukan di tanah haram, melainkan di tanah halal. Tapi untuk sekarang, mari kita renungkan diri kita terlebih dahulu. Mengapa hanya berbuat baik ketika kita dekat dengan Allah?
Astagfirullah wa atubu ilaih.
Semoga jika kita sudah berlaku, berucap, berpikir seakan kita ada di tanah haram, kelak kita semua akan bisa merasakan nikmatnya beribadah di tanah haram Makkah Al-Mukarramah dan Madinah Al-Munawwarah.
Aamiin.
Love,
Anin