Mengapa Aku Tidak Mendukung 02 di 2024.

Anin | Suara Senar Nirwana ⑇
8 min readJan 24, 2024

--

Sungguh sebuah ironi ketika membaca di beberapa kanal sosial media yang masih menyatakan tidak dapat memilih karena dari ketiga pilihan yang ada, tidak ada yang cukup baik — setidaknya tidak mencapai standar harapannya. Sayangnya, pemilu bukan tentang kamu saja, sayang. Memilih pemimpin negara bukan sekedar tentang apakah itu ada dampaknya bagi kehidupanmu atau tidak. Seringkali, mereka yang tidak tahu memilih yang mana akan memilih opsi termudah: Golput. Ini, sungguh egois. Terlebih, ucapan ini kerap dilontarkan oleh mereka yang telah menempuh pendidikan tinggi, dan ini, sungguh ironis.

Cuitan Afutami dari akunnya di Twitter mendorong saya untuk menulis ini di pagi ketika saya seharusnya mempelajari ISO14001–2015. Di awal, saya sempat ingin golput terlebih karena harus pindah TPS, dan setelah pindah pun saya harus menempuh 6jam perjalanan kereta untuk memilih. Sungguh sebuah biaya yang besar, tetapi tidak lebih besar dari biaya yang harus ditanggung bangsa ini jika pemimpin yang salah yang pada akhirnya menang. Ohya, saya paham audiens di Medium tidak, mungkin kebanyakan bukan audiens TikTok — mengingat attention span yang dibutuhkan di Medium jauh lebih panjang dibandingkan scrolling video TikTok. Tapi, mari berharap satu atau dua dari kamu setelah membaca ini, terinspirasi untuk memberitahu mereka akan apa yang salah dari paslon 02.

“Pemilu bukan untuk memilih yg terbaik, tapi untuk mencegah yang terburuk berkuasa. “ — Magnis Suseno.

Tulisan ini akan secara spesifik mengkritik kebijakan paslon 02 yang berkaitan dengan keberlanjutan dan kelestarian lingkungan. Tulisan ini tidak akan membahas paslon 01 ataupun 03 demi menjaga kerahasiaan pilihan penulis — tapi secara terang tidak menjaga kerahasiaan pasangan yang tidak akan dipilih olehh penulis. Ini, penulis menjabarkan alasannya.

Perubahan Iklim, Pangan, dan Food-Estate.

Dokumen visi-misi paslon 02 menyebutkan secara spesifik bahwa “Perubahan iklim bisa menyebabkan kekeringan dan hujan ekstrem yang menurunkan produksi pangan, meningkatkan kerawanan pangan, meningkatkan harga pangan, serta mengancam keselamatan jiwa” (hal.11). Hal ini merupakan sebuah kekhawatiran yang nyata mengingat perubahan iklim dapat berdampak pada beragam hal: punahnya spesies tertentu karena perubahan suhu, perubahan siklus air dan hujan, serta panas yang ekstrem yang berdampak pada kualitas tanaman. Lihat selengkapnya di sini. Sayangnya, kelanjutan dokumen tersebut hanya membahas mengenai ketahanan pangan, tetapi tidak melihat bagaimana paslon akan mengatasi perubahan iklim. Di sisi lain yang perlu kita garis bawahi, pertanian extensif yang digaung-gaungkan oleh paslon 02 adalah kontributor yang besar bagi perubahan iklim. Bagaimana bisa?

Tanaman pertanian, seperti jagung dan singkong, bukan lah jenis tanaman yang menyerap banyak karbon — tidak seperti pohon. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (Food and Agriculture Organization — FAO), produksi ternak menyumbang sekitar 14.5% dari emisi gas rumah kaca global. Pertanian dan pertenakan terutama, menghasilkan metana, gas rumah kaca yang lebih kuat daripada karbon dioksida. Terlebih, ekstensifikasi lahan yang digaungkan 02 pada debat Cawapres hari minggu lalu, merupakan salah satu bukti nyata pertanian itu menyebabkan deforestasi.

Sumber: Indonesia Expat

Saya tidak tahu bagaimana dengan Anda, tetapi setidaknya ketika saya SD kelas 5 atau 6 (sekitar 2009–2010), kita selalu diajarkan bahwa Indonesia merupakan salah satu paru-paru dunia. Kenapa? karena memiliki cadangan hutan hijau, hutan tropis, yang sangat luas. Hutan, merupakan sumber oksigen, sehingga itu adalah paru-paru dunia. Sangat sederhana.

Seiring dengan belajarnya saya, hutan lebih dari sekedar produsen oksigen, tetapi mereka juga adalah penyerap karbon — bisa disebut sebagai carbon sequestration. Nah sekarang, kalau hutan sebagai wilayah yang memiliki peran untuk menyerap karbon tiba-tiba berkurang untuk memenuhi pertanian & pertenakan yang menyebabkan salah satu metana, kebayang kan bagaimana perubahan iklim ini akan menjadi sangat parah? Wilayah yang menyerap karbon berkurang, disaat yang bersamaan wilayah yang menimbulkan metana bertambah. Perubahan iklim akan berubah semakin masif. Dampaknya apasih?

Banyak. Mulai dari hutan hilang, ya banyak spesies yang kehilangan tempat hidupnya. Contoh nyata ya karena perubahan iklim, deforestasi, dan sebagainya, kalian tahu ga kalau di dunia ini vanilla itu terancam dan banyak dari vanilla yang kita konsumsi sehari-hari itu sintetik. Baca selengkapnya di sini. Kok bisa? Karena lebah yang membantu proses polinasi vanilla sudah semakin berkurang — bahkan di beberapa wilayah dinyatakan punah.

Lagi ya, pertanian itu menggunakan pestisida yang banyak. Indonesia merupakan pengguna pestisida terbesar ke-tiga di dunia (baca di sini). Banyak dari pestisida itu tidak natural, mengandung kandungan nitrogen dan fosfor yang tinggi. Nitrogen dan fosfor adalah dua elemen yang dapat mencemari air dan menyebabkan algae / tanaman di air tumbuh secara masif (eutrofikasi). Dampaknya? ikan-ikan akan kekurangan oksigen, pencahayaan tidak masuk ke dalam air, air jadi tidak bersih.

All in all, menurut FAO, pertanian menyumbang 70% dari polusi global, Lalu mungkin pertanyaannya, “kalau begitu, ya tidak bertani — kalau tidak bertani, berarti tidak makan?” ya tidak begitu. Ini adalah sebuah bentuk kesalahan logika. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan yang tidak disebutkan oleh paslon 02 baik di visi misi maupun debat cawapres kemarin — seperti efisiensi pupuk dan pestisida. Mereka hanya menyebutkan akses & ketersediaan pupuk tanpa menerangkan bagaimana pupuk itu bisa efisien. Terlebih, paslon 02 ini justru mengusung ide “food estate” yang telah dikritik banyak pihak sebagai proyek yang gagal. Perihal ini, sederhana, proyek food estate belum memiliki AMDAL. AMDAL dilakukan beriringan dengan dijalankannya food estate — dan ini adalah sebuah kesalahan besar. Perlu diingat, tidak semua tanah cocok untuk ditanami semua jenis tanaman. Sekalipun dapat tumbuh, tingkat produktivitas tanah tidak selalu dalam efektivitas tertinggi ditanami tumbuhan tertentu. Baca selengkapnya temua tim Pantau Gambut di sini.

Kelapa Sawit.

02 secara terang-terangan di visi misi menyebutkan akan membuat Indonesia unggul dengan bio-diesel dan bio-avtur yang berasal dari sawit (hal.29). Well, yes, mereka juga menyebutkan sumber energi lainnya, tetapi itu bukan energi utama mengingat disebutkan belakangan & di debat cawapres mengenai isu lingkungan kemarin pun Sawit lah yang digaungkan, bukan lainnya. Sawit, adalah salah satu tanaman pertanian lain, yang tentu saja, memiliki permasalahan yang sudah disebutkan di bagian pertanian sebelumnya. Terlebih, Kelapa sawit memiliki isu yang lebih parah dalam perihal alih guna fungsi lahan.

Kelapa sawit telah sebelumnya hadir untuk memenuhi kebutuhan selain bio-disesel dan bio-avtur. Kelapa sawit banyak digunakan untuk konsumsi pangan, juga kosmetik, dan produk lainnya. Sekarang, jika kelapa sawit dibutuhkan lebih banyak lagi untuk keperluan bio-diesel dan bio-avtur, maka kebutuhan lahan untuk kelapa sawit akan meningkat lebih tinggi. Hal ini kemudian akan menyebabkan alih guna fungsi lahan, yang tidak jarang, tanaman kelapa sawit berada di lahan gambut menyebabkan tingginya karbon yang dilepaskan oleh lahan gambut. Belum lagi isu mengenai bagaimana kelapa sawit, dalam skala industri, mengambil tanah adat dan beroperasi secara ilegal. Kalau kata 02 sih, “dicabut saja IUP nya”. Sungguh argumen yang tidak masuk logika, jelas ilegal, apanya yang mau dicabut?. Baca selengkapnya mengenai kontroversi tanah dan sawit di sini dari Human Rights Watch.

Tidak dapat dipungkiri, banyak argumen yang menyatakan bahwa jika dibandingkan minyak nabati lainnya, kelapa sawit merupakan salah satu sumber yang paling efisien. Yes. Belum juga, narasi bahwa kelapa sawit ini buruk hanyalah narasi negara barat yang ingin memajukan produksi mereka sendiri dan menekan kelapa sawit. Tetapi, jika dibandingkan sumber energi lainnya untuk transportasi, belum tentu. Baca selengkapnya di sini dari Transport & Environment, dan di sini dari National Academy Press, dan dari Pantau Gambut.

Perlu diakui ada banyak perdebatan mengenai kelapa sawit, mengingat banyak orang menggantungkan hidupnya dari bertani sawit. Yang menjadi permasalahan dari 02 adalah bagaimana mereka hanya menggaungkan sawit tanpa mengiringinya dengan ‘praktik yang berkelanjutan’. Tidak bahkan menyadari problematika sawit dan berusaha untuk ‘menyelesaikan problematika tersebut’. Terlebih, 02 menyebutkan sawit sebagai energi unggulan sedangkan ada energi lain yang bisa Indonesia kelola secara lebih berkelanjutan dan potensial.

Susu gratis.

Terakhir deh, susu gratis. Paslon 02 dengan jelas menyebutkan di visi misi nya “Memberi makan siang dan susu gratis di sekolah dan pesantren, serta bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil” (hal.23) yang bertujuan untuk “Mencegah terjadinya stunting pada anak Indonesia dengan Program Gizi Seimbang dan Gerakan EMAS (Emak-Emak dan Anak-Anak Minum Susu” (hal.54). Aduh. Gaperlu jadi ibu-ibu rasanya untuk paham bahwa stunting bukan dicegah di level ketika anak sudah masuk sekolah. Ada riset yang menyatakan bahwa susu bisa membantu mencegah stunting untuk anak yang berusia kurang dari 5 tahun. 5 Tahun apa udah sekolah? ya belum.

Ok, fair enough, paslon 02 menyebutkan bahwa mereka akan memberikan bantuan gizi juga untuk balita dan ibu hamil. Seharusnya jika ini yang mereka maksudkan untuk menyelesaikan stunting, maka ini yang ditulis setelah membahas stunting, bukan bagaimana mereka akan memberikan susu gratis ke siswa SD, SMP, sampai SMA (lihat halaman 23). Ok, balik ke permasalahan lingkungannya.

Oh, you name it. Ada banyak sekali permasalahan dari program susu gratis nya paslon 02 ini bagi lingkungan. Pertama, kebutuhan sapi nya masih perlu impor, tim 02 pun sudah mengiyakan kok lihat selengkapnya di CNN, KataData. Hehe, katanya yang vegan/vegetarian gak ramah lingkungan karena minuman dari kacang kedelai atau almond bukan dari Indonesia, itu diimpor, jadi ga sustainable. Nah sekarang sapinya yang diimpor hehe. Ya sama. Ga ramah lingkungan. Terlebih, industri sapi itu sendiri secara masif sudah dibahas diberbagai kanal sebagai tidak ramah lingkungan. Industri sapi menghasilkan setidaknya 2.9% dari total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari aktivitas manusia. Baca selengkapnya mengenai dampak industri sapi dan lingkungan di Sentient Media dan di WWF.

Sumber: Kementerian Kesehatan RI

Sekarang, kenapa sih ya sebenernya 02 ngebet banget mau majuin susu sapi? ya gatau hehe. Tapi yang pasti, baik kementerian kesehatan maupun WHO sudah tidak merekomendasikan susu dalam keseimbangan gizi kita. 4 sehat 5 sempurna dengan susu sudah tidak lagi berlaku loh. Baca selengkapnya dari Kementerian Kesehatan dan dari WHO.

Ya, sekian. Artikel ini sungguh bisa mencapai 10x lipat panjangnya kalau saya jelaskan secara rinci dampak-dampak kebijakan mereka, lebih rinci dari yang saya jelaskan di atas menggunakan data-data yang lebih banyak. Tetapi, untuk efisiensi, silahkan lanjutkan studi mandirinya mulai dari link-link artikel yang sudah saya cantumkan di atas.

Mari kita sama-sama memilih presiden bukan karena “kasihan sudah tua” atau “mukanya muka orang baik, ramah senyum”, atau “perawakannya bikin ingat dengan ayahku dulu” ya atau lebih parah karena “pasangan lain mukanya serem”. Kalian yang memilih adalah kalian yang sudah berusia minimal 17 tahun, bisa menggunakan akal sehat dan pikiran, bukan sekedar perasaan dan memilih presiden hanya dari penampilannya saja. Perhatikan kebijakannya, perhatikan ucapannya. Ingat, memilih presiden bukan untuk dirimu saja dan bukan untuk 1–2 hari. Presiden ada dan akan ada selama setidaknya 5 tahun mendatang (potensial 10 tahun loh).

Kritik bagi 02 di sini sudah panjang dan ini baru soal lingkungan saja. Belum soal bagaimana mereka menabrak beragam instrumen hukum, etika, dan norma-norma yang berlaku. Terlebih, di hari tulisan ini dipublikasikan, Presiden Joko Widodo secara terang-terangan menyatakan dirinya boleh memihak & mengkampanyekan pasangan tertentu. Haha. Mari, jangan putus asa. Terus kawal agar kita bisa tetap berdemokrasi lagi dengan sepatutnya. 01 dan 03 pun bukan pasangan tanpa dosa, tapi kita bisa lihat mana pasangan yang mengakui dosanya & mencoba menebusnya melalui kebijakan lain, mana pasangan yang mengakui saja tidak, justru terus bikin dosa dari sejak pencalonan sampai hari ini. hehe.

Salam demokrasi,
Anin.

--

--

Anin | Suara Senar Nirwana ⑇

Environment & Sustainable Development student-researcher. Loves to turn my experience and perspectives into writings to be read widely 🍉✨🇮🇩